IDENTITAS
NIM
: 0705163068
Prodi/Sem
: FISIKA 2/II
Fakultas
: Sains Dan Teknologi
Perguruan
Tinggi : Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU)
Dosen
Pengampu : Dr. Ja’far, MA.
Mata
Kuliah
: Akhlak Tasawuf
TEMA
: Integrasi
Tasawuf dan Sains
BUKU
1
: Gerbang Tasawuf (Buku Utama)
Identitas Buku : Ja’far, (Medan: Perdana Publishing, 2016)
Sub 1 : Integrasi
dalam Sejarah Islam
Sub 2 : Integrasi dalam Ranah Ontologi
Sub 3 : Integrasi dalam Ranah Epistemologi
Sub 4 : Integrasi dalam Ranah Aksiologi
Kesimpulan
- Integrasi
dalam Sejarah Islam
Menurut
Ja’far (102:2016), Dalam sejarah intelektual Islam Klasik, budaya integrasi
keilmuan telah dikenal dan dikembangkan dengan canggih. Dalam sejarah Islam,
ditemukan seorang ahli astronomi, ahli biologi, ahli matematika, dan ahli
arsitektur yang mumpuni dalma bidang ilmu-ilmu keislaman seperti tauhid, fikih,
tafsir, hadis, dan tasawuf. Meskipun berprofesi sebagai saintis dalam bidang
ilmu-ilmu kealaman, para pemikir Muslim klasik menempuh pola hidup sufistik,
dan kajian-kajian ilmiah mereka diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan
reigius dan spiritual.
Para
filsuf dari mazhab Peripatetik merupakan pemikir Muslim yang berhasil
mengintegrasikan filsafat Yunani dengan ajaran Islam yang bersumber kepada
Alquran dan hadis, lantaran tema-tema filsafat Yunani diislamisasikan dan
disesuaikan dengan paradigma Islam. Tidak sebatas integrasi belaka, mereka
malah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu yang terdiri dari ilmu-ilmu
rasional dan ilmu-ilmu kewahyuan, sehingga integrasi menjadi sangat mudah
dilakukan. Al-Razi (w. 925) adalah ahli dalam bidang filsafat, kimia,
matematika, sastra, dan kedokteran. Al-Ghazali (w. 1111) adalah seorang teolog,
filsuf, dan sufi. Umar Khayyam (w. 1131) adalah matematikawan, astronom, dan
sufi. Fakhr al-Din al-Razi (w. 1209) dikenal sebagai ahli filsafat, tasawuf,
kedokteran, tafsir, dan fikih. Di antara prestasi besar mereka sebagai ilmuwan
Muslim adalah kemampuan mereka menguasai dan mengintegrasikan ilmu-ilmu
rasional, ilmu-ilmu empirik, dan ilmu-ilmu kewahyuan. Secara keilmuan, mereka
menguasai banyak disiplin ilmu, dan secara personal mereka berperan sebagai
saintis Muslim yang berpola hidup religius dan sufistik.
Selain
dari mazhab Peripatetik, sejarah Islam menyebutkan keberadaan para filsuf dari
mazhab Isyraqiyah dan mazhab Hikmah al-Muta’aliyah yang sukses
mengitegrasikan ilmu-ilmu rasional dengan ilmu-ilmu kewahyuan. Di antara mereka
adalah Suhrawardi (w. 1191) yang dikenal ahli filsafat, tasawuf,
Zoroastrianisme, dan Platonisme. Baha’ al-Din Amili (w. 1621) merupakan seorang
fakih, ahli hadis, filsuf, matematikawan, dan arsitek.
Dengan
demikian, integrasi ilmu dalam Islam bukan hal yang baru. Meskipun mereka
seorang filsuf dan saintis, perilaku hidup mereka merupakan realisasi terhadap
teori mereka mengenai filsfat dan sufisme. Dapat disimpulkan bahwa mereka
sukses mengitegrasikan antara dua jenis ilmu tersebut, dan mengintegrasikan
keduanya dengan keyakinan dan perilaku hidup mereka sehari-hari.
- Integrasi
dalam Ranah Ontologi
Menurut
Ja’far (105:2016), Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, ont yang
bermakna keberadaan, dan logos yang bermakna teori, sedangkan dalam
bahasa Latin disebut ontologia, sehingga ontologi bermakna teori
keberadaan sebagaimana ilmu tentang esensi segala sesuatu. Dengan demikian,
ontologi adalah ilmu tentang teori keberadaan, dan istilah ontologi ditujukan
kepada pembahasan tentang objek kajian ilmu.
Berbeda
dari saintis Barat sekuler, para filsuf Muslim dan sufi berpendapat bahwa ada
hubungan erat antara alam dengan Allah Swt. Menurut Ibn ‘Arabi (w. 1240), alam
diciptakan Allah Swt. melalui proses tajalli (penampakan diri)-Nya pada
alam empiris yang majemuk. Tajalli Allah Swt. mengambil dua bentuk: tajalli
dzati dalam bentuk penciptaan potensi; dan tajalli syuhudi dalam
bentuk penampakan diri dalam citra alam semesta. Teori Ibn ‘Arabi tentang alam
didasari oleh doktrinnya tentang kesatuan wujud (wahdat al-wujud) dan tajalli.
Dari perspektif Ibn ‘Arabi, alam merupakan manifestasi sifat-sifat Allah Swt.
dan cermin bagi-Nya. Saintis Muslim sebagai peneliti alam empirik (terutama
dunia mineral, tumbuhan, binatang, dan manusia) harus menyadari bahwa alam
merupakan tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan-Nya, sehingga penelitian
terhadap alam diharapkan dapat menumbuhkan dan memperkokoh keimanan
terhadap-Nya, bukan menjauhkan manusia dari-Nya sebagaimana ditemukan dalam
banyak teori ilmuwan-ilmuwan Barat sekular.
- Integrasi
dalam Ranah Epistemologi
Menurut
Ja’far (107:2016), Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, episteme
yang bermakna pengetahuan, dan logos yang bermakna ilmuatau eksplanasi,
sehingga epistemologi berarti teori pengetahuan. Epistemologi dimaknai sebagai
cabang filsafat yang membahas pengetahuan dan pembenaran, dan kajian pokok
epistemologi adalah makna pengetahuan, dan hal-hal yang dapat diketahui. Runes menjelaskan
bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang menelusuri asal [sumber],
struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Dengan demikian, epistemologi
adalah ilmu tentang cara mendapatkan ilmu.
Kajian-kajian
ilmu-ilmu alam mengandalkan metode observasi dan eksperimen yang disebut dalam
epitemologi Islam sebagai metode tajribi, sedangkan kajian tasawuf
mengandalkan metode ‘irfani yang biasa disebut metode tazkiyah
al-nafs. Dari perspektif Islam, kesucian jiwa manusia menjadi syarat utama
untuk memperoleh ilmu secara langsung dari sumber asalnya, yaitu Allah Swt.
yang diketahui memiliki sifat al-‘Alim.
- Integrasi
dalam Ranah Aksiologi
Menurut
Ja’far (109:2016), Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, axios
yang bermakna nilai, dan logos yang berarti teori. Aksiologi bermakna
teori nilai, invetigasi terhadap asal, kriteria, dan status metafisik dari
nilai tersebut. Menurut Bunnin dan Yu, aksiologi adalah studi umum tentang
nilai dan penilaian, termasuk makna, karakteristik, dan klasifikasi nilai,
serta dasar dan karakter pertimbangan nilai. Sebab itu, aksiologi disebut
dengan teori nilai. Aksiologi juga dimaknai sebagai studi tentang manfaat akhir
dari segala sesuatu. Jadi, aksiologi membahas tentang nilai kegunaan ilmu,
tujuan pencarian dan pengembangan ilmu, kaitan antara penggunaan dan
pengembangan ilmu dengan kaedah moral, serta tanggung jawab sosial ilmuwan.
Kajian aksiologi lebih ditujukan kepada pembahasan manfaat dan kegunaan ilmu,
dan etika akademik ilmuwan.
Dari aspek
etika akademik, nilai-nilai luhur tasawus dapat menjadi landasan etis seorang
ilmuwan dalam pengembangan sains dan teknologi. Konsep al-maqamat dan al-ahwal
dapat menjadi semacam etika profesi seorang saintis Muslim, sebagaimana ilmuwan
Muslim klasik, harus menampilkan kehidupan sufistik seperti sikap zuhud, warak,
sabar, tawakkal, cinta, fakir, dan ridha dalam menjalankan kegiatan akademik
maupun dalam kehidupan sosialnya. Dengan demikian, saintis Muslim masa depan
dituntut untuk mengail kearifan dalam ajaran tasawuf, dan dapat
menginternalisasikannya dlam kehidupan akademik dan sosialnya.
-
Kesimpulan
Kesimpulan
dari seluruh penjelasan di atas ialah bahwa ilmu rasional dengan
ilmu-ilmu keislaman sangat berkaitan erat dan itu dituangkan dalam BAB 4 yaitu
integrasi tasawuf dalam segala aspek.
PERBANDINGAN
:
Dari buku
yang telah di jelaskan diatas yaitu buku pertama karangan Ja’far dijelaskan
bahwa buku “Gerbang Tasawuf” lebih banyak menjelaskan tentang konsep menjadi saintis
ilmuwan muslim dengan menggunakan konsep sufistik, al – maqamat dan al – ahwal
, menjelaskan integrasi dalam segala ranah. Menurut saya buku bapak
ja’far sangat lengkap dalam menjabarkan Integrasi Tasawuf dengan Sains.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar